Pandeglang, InfoBanten.com — Soal penertiban senjata api (senpi) rakitan Bedil Locok dan isu yang berkembang tentang dugaan adanya perburuan liar yang dapat mengancam kelestarian badak cula satu Rhinoceros sondaicus, juga masalah lahan di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Banen sebagai organisasi lembaga masyarakat yang merepresentasikan saluran aspirasi masyarakat Ujung Kulon berdemo di lingkungan kantor Balai TNUK, Labuan, Pandeglang, Banen. Selasa (12/9/2023)
Pihak AGRA menuntut bahwa pihak TNUK menggusur lahan kehidupan masyarakat ujung kulon Kabupaten Pandeglang, dan meminta agar Negara harus mengakui keberadaan masyarakat dan tanah yang sudah ditempati dan digarap oleh rakyat, hentikan perampasan tanah, kriminalisasi dan jalankan reforma agraria sejati.
“Suatu bentuk perampasan ketika masyarakat menggunakan bedil locok untuk mengusir hama, babi merusak tanaman-tanaman rakyat, babi merusak kebun-kebun rakyat, dan akhirnya bedil locok itu dikumpulkan, dirampas oleh pihak kepolisian, lalu kemudian babi menyerang tanaman-tanaman rakyat, babi merusak kebun-kebun rakyat, babi juga masuk ke perkampungan, tapi apakah tidak ada solusi yang diberikan oleh pemerintah kita, rakyat ditakut takuti dengan bila bedil locok tidak dikumpulkan mereka siap merajia ke rumah-rumah, dan itu tidak pernah disampaikan ke rekan-rekan media dengan tuduhan” teriak Raden Deden Fajarullah selaku koordinator aksi demo.
“Dengan dalih badak, perlindungan, mereka membiayai sangat besar sekali dari uanng negara maupun kerjasama-kerjasama yang dilakukan lembaga baik didalam negri maupun internasional, tapi kenyataannya uang yang ratusan milyar itu tidak terbukti nyatanya untuk menjaga badak, setiap tahun mereka menyampaikan bahwa setiap tahun ada pertumbuhan badak, tapi mereka tidak menyampaikan bagaimana badak banyak diburu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, pertanyaanya adalah siapa yang disalahkan soal itu, yang disalahkan dari itu adalah masyarakat, dengan tidak tau malu Humas Balai Taman Nasional Ujung Kulon menganggap masyarakat adalah pengganggu, dengan tidak tau malu bahwa mereka menyebut masyarakat adalah orang yang memiliki potensi pemburuan liar daerah kawasan taman nasional, tapi mereka lupa mereka memiliki banyak personil memiliki banyak petugas dan mereka memasang kamera-kamera trap, tapi nyatanya apa mereka kecolongan, mereka tidak mampu bertanggung jawab dan mereka tidak becus untuk mengurus observasi, siapa yang menyampaikan itu adalah LSM luar, tidak tau malu, artinya dengan manejemen yang tidak serius dengan manajemen yang tidak mampu bertanggung jawab, dengan ketidakkemampuan mereka untuk menyalahkan itu rakyat-rakyat disalahkan, setelah diburu orang-orang yang dianggap pemburu karna tidak mampu menangkap orang-orang yang dituduhkan dan akhirnya mereka harus bertanggung jawab yang penting ada orang yang ditangkap dengan dalih kepemilikan senjata api” ungkap Deden dalam orasinya. (Saprudin/Red)
No comments:
Post a Comment